Ruins of Modjophait 1864
RUINS OF MODJOPHAIT 1864
William Barrington d'Almeida adalah pengelana berkebangsaan Inggris yang sempat singgah beberapa tahun di Hindia Belanda. Tulisan ini adalah terjemahan bebas yang saya sadur dari satu bab dalam buku karangannya berjudul LIVE IN JAVA.
Selamat membaca semoga bermanfaat.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
Sekitar 5 atau 6 mile dari kotaModjokerto terdapat reruntuhan Modjophait. Reruntuhan ini berjarak 2 Mile dari pos Gema Khan (Gemakan ?). Apabila dilihat dari banyaknya jumlah kerang dan sisa perahuyang ditemukan di berbagai bagian reruntuhan kota, dan juga dari kota yang berdekatan, penduduk setempat meyakini bahwa lokasi ini dulunya adalah sebuah kota pelabuhan, yang menurut cerita telah dihancurkan oleh invasi para pengikut Muhammad (tentara Islam) pada masa pemerintahan Sultan Brawidjoyo pada 1400 Masehi.
Situs ini sekarang dikelilingi pohon-pohon yang banyak dan menjadi tempat pemujaan penduduk setempat yang percaya bahwa situs ini dalah pusat kehidupan nenek moyang mereka dan bahkan menurut mereka, burung-burung yang hidup di wilayah ini bersuara lebih merdu dibandingkan burung di tempat lain.
Seorang laki-laki yang berasal dari propinsi tetangga memiliki (burung) Marobo, yang ditangkap anaknya dari sebuah hutan. Burung ini berwarna putih sempurna dan langka sehingga mahal harganya. Seorang pangeran kaya yang mengetahui kabar ini menawarkan uang yang banyak untuk membelinya. Sang pemilik menola tawaran menggiurkan sang pangeran.
Sang pangeran yang penasaran segera mengirimkan utusan kedua dengan membawa 4 ekor kuda putih bersih dan 4 ekor kuda hitam dari istal pribadinya. " Tawarkan kuda-kudaku padanya", perintah pangeran. "Aku yakin kali ini ia tidak keberatan melepaskan burung itu".
Namun sang pangeran dipaksa menelan pil pahit karena sang empunya burung tetap tidak mau melepas mahluk kesayangannya itu.
"Saya tidak akan melepaskan burung ini walaupun ditukar dengan benda yang paling berharga dari istana Soesuhunan (Susuhunan) sekalipun karena burung ini adalah berkah yang akan mendatangkan kesialan apabila saya jual", demikian keyakinan pemilik burung.
Cerita yang demikian memberi gambaran kepadaku bagaimana berharganya burung yang berasal dari hutan di wilayah ini.
Di atas suatu gundukan tanah yang besar terdapat sisa-sisa pintu gerbang tembok kota. Menara pada ke dua sisinya kini sekitar 35 kaki tingginya, namun dari apa yang tampak mungkin sekali dahulunya jauh lebih tinggi dari ini. Materi yang dipakai adalah bata merah yang direkatkan dengan semen dan terpisah sejauh 10 kaki.
Sejajar dengan tanah terdapat rongga dimana poros gerbang berputar, terlihat lebih aus sebagai akibat dari berfungsinya pintu pada waktu yang lama. Menara di sisi kanan pada salah satu sisinya mempunyai batas atas dan bawah, sudutnya dari bata dan berbentuk ekor merpati. Di bawahnya terdapat relung yang mungkin dahulunya menjadi tempat berdirinya patung.
Dindingnya terus menyambung dari pintu gerbang ini dan pastilah sepanjang 10 mil persegi panjangnya, namun yang tersisa sekarang hanya tinggal sedikit sekali.
Menara di sisi kiri sepenuhnya tertutup oleh jalinan akar sebuah pohon yang tinggi yang sebaran cabangnya menutupi pintu gerbang laksana sebuah payung yang besar.
Dari sini,kami berkereta 1 mil lagi hingga sampai ke telaga buatan atau tempat pemandian kerajaan Modjophait kuno. Telaga ini berbentuk bujur sangkar, dan sisi yang mengelilinginya sepanjang setengah mil.
Dindingnya berketebalan 4 kaki, terdiri dari bebatuan yang terlihat sangat kokoh pada jamannya.
Pada kedua sudut yang terjauh dari posisi saya terdapat reruntuhan 2 rumah kecil yang besar kemungkinan dulu dipakai untuk beristirahat sebelum atau sesudah mandi. Di depan telaga terdapat anak tangga yang sudah bobrok kondisinya.
Tologo ini, sebagaimana orang-orang menyebutnya, sebagian dikelilingi oleh pohon beringin,phon Yetty, dan pohon Verengen dan di ujung telaga terdapat jalan yang bagus.
Di atas telaga........ hlm 308